Candi Brahu terletak di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Tepat di depan kantor Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur yang terletak di jalan raya
Mojokerto-Jombang terdapat jalan masuk ke arah utara yang agak sempit namun
telah diaspal. Candi Brahu terletak di sisi kanan jalan kecil tersebut, sekitar
1,8 km dari jalan raya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa Candi Brahu lebih tua
dibandingkan candi lain yang ada di sekitar Trowulan. Nama Brahu dihubungkan
diperkirakan berasal dari kata 'Wanaru' atau 'Warahu', yaitu nama sebuah
bangunan suci yang disebutkan di dalam prasasti tembaga 'Alasantan' yang
ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu. Prasasti ini dibuat
pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas perintah Raja Mpu
Sindok dari Kahuripan. Menurut masyarakat di sekitarnya, candi ini dahulu
berfungsi sebagai tempat pembakaran jenasah raja-raja Brawijaya. Akan tetapi,
hasil penelitian yang dilakukan terhadap candi tersebut tidak menunjukkan
adanya bekas-bekas abu atau mayat, karena bilik candi sekarang sudah kosong.
Di sekitar kompleks candi pernah ditemukan benda-benda kuno lain,
seperti alat upacara dari logam, perhiasan dan benda-benda lain dari emas,
serta arca-arca logam yang kesemuanya menunjukkan ciri-ciri ajaran Buddha,
sehingga ditarik kesimpulan bahwa Candi Brahu merupakan candi Buddha. Walaupun
tak satupun arca Buddha yang didapati di sana, namun gaya bangunan serta sisa
profil alas stupa yang terdapat di sisi tenggara atap candi menguatkan dugaan
bahwa Candi Brahu memang merupakan candi Buddha. Diperkirakan candi ini didirikan
pada abad 15 M.
Candi ini menghadap ke arah Barat, berdenah dasar persegi panjang
seluas 18 x 22,5 m dan dengan tinggi yang tersisa sampai sekarang mencapai
sekitar 20 m. Sebagaimana umumnya bangunan purbakala lain yang diketemukan di
Trowulan, Candi Brahu juga terbuat dari bata merah. Akan tetapi, berbeda dengan
candi yang lain, bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi melainkan
bersudut banyak, tumpul dan berlekuk. Bagian tengah tubuhnya melekuk ke dalam
seperti pinggang. Lekukan tersebut dipertegas dengan pola susunan batu bata
pada dinding barat atau dinding depan candi. Atap candi juga tidak berbentuk
berbentuk prisma bersusun atau segi empat, melainkan bersudut banyak dengan
puncak datar.
Kaki candi dibangun bersusun dua. Kaki bagian bawah setinggi
sekitar 2 m, mempunyai tangga di sisi barat, menuju ke selasar selebar sekitar
1 m yang mengelilingi tubuh candi. Dari selasar pertama terdapat tangga
setinggi sekitar 2 m menuju selasar kedua. Di atas selasar kedua inilah berdiri
tubuh candi. Di sisi barat, terdapat lubang semacam pintu pada ketinggian
sekitar 2 m dari selasar kedua. Mungkin dahulu terdapat tangga naik dari
selasar kedua menuju pintu di tubuh candi, namun saat ini tangga tersebut sudah
tidak ada lagi, sehingga sulit bagi pengunjung untuk masuk ke dalam ruangan di
tubuh candi. Konon ruangan di dalam cukup luas sehingga mampu menampung sekitar
30 orang. Di kaki, tubuh maupun atap candi tidak didapati hiasan berupa relief
atau ukiran. Hanya saja susunan bata pada kaki, dinding tubuh dan atap candi
diatur sedemikian rupa sehingga membentuk gambar berpola geometris maupun
lekukan-lekukan yang indah.
Candi Brahu mulai dipugar tahun 1990 dan selesai
tahun 1995. Menurut masyarakat di sekitarnya, tidak jauh dari Candi Brahu
dahulu terdapat beberapa candi lain, seperti Candi Muteran, Candi Gedong, Candi
Tengah dan Candi Gentong, yang sekarang sudah tidak terlihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar